Thursday, May 9, 2013
Apakah pacaran dan tidak pacaran ada hubungannya dengan kelak pernikahan langgeng atau tidak? Siapa yang bisa menjamin kalau tidak pacaran maka pernikahannya berkah dunia akherat? Tidak akan bercerai? Lantas siapa pula yang bisa menggaransi kalau pacaran, bakal berantakan? Keluarganya tidak berkah? Anak-anaknya jadi bandel, nakal? Jawabannya: memang tidak ada yg bisa memastikan.
Apakah menyusui anak2 kita, memberikan ASI ekslusif selama enam bulan menjamin anak kita bakal jenius? Bakal sukses berat? Memangnya kalau disusui dengan susu formula anak-anaknya akan jadi bodoh? Besok lusa jadi anak gagal? Lagi-lagi jawabannya: memang tidak ada. Boleh jadi tidak ada korelasi antara menyusui anak dengan kesuksesan, dan sebagainya.
My dear anggota page, di dunia ini, banyak hal baik yang tidak otomatis berkorelasi langsung dengan hasilnya akan baik juga. Terutama hasil sesuai standar manusia, definisi-definisi manusia secara umum. Belajar habis-habisan tidak selalu berkorelasi dengan bakal lulus dan diterima di universitas top. Bekerja keras setiap hari tidak selalu berkorelasi dengan jadi kaya raya. Belum tentu. Lantas kalau begitu, mending nggak usah belajar dong? Mending nggak usah bekerja?
Tentu tidak. Karena jelas, hal-hal baik, akan memberikan banyak sekali manfaat nyata dalam hidup kita. Dan itu kadang lebih hakiki dibanding hasil terlihat yang selalu kita nilai dengan standar dunia. Tidak pacaran, disamping memproteksi kita dari perbuatan dosa yang dilarang agama, juga akan memberikan kita opsi terbaik dari cara terbaik--terlepas keluarganya kelak jadi apa. Menyusui anak-anak kita, disamping sehat bagi bayi, juga akan memberikan kedekatan emosional dengan anak kita, pengalaman yang begitu menakjubkan--terlepas dari anaknya bakal sukses atau gagal. Belajar atau bekerja habis-habisan, jika dilengkapi dengan pemahaman baik, maka akan memberikan esensi proses yang baik, makna keseharian yang penting, yang kalaupun tidak ada korelasinya dengan hasil, tetap memberikan kelegaan. Kelegaan yang lebih lega dibanding hasilnya.
Ingatlah selalu: kebahagiaan bersemayam di hati setiap orang. Kesuksesan juga menetap di hati setiap orang. Bagi orang-orang yang paham soal ini, maka urusannya sederhana. Kita tidak pernah tahu ending hidup kita sebelum masa itu tiba. Tidak seperti film, yang ada tulisan besar2 "The End" atau "Tamat", ending sejati dari hidup kita adalah rahasia. Dengan semua misterinya, maka selalu melakukan yang terbaik, dengan cara yang terbaik, dan biarlah Tuhan menentukan hasilnya, akan menjadi pilihan terbaik bagi kita. Biarlah Tuhan yang menuliskan ending terindahnya.
*Tere Lije, repost
Wednesday, April 24, 2013
“Setiap
cinta memiliki waktunya. Jika sekarang belum saatnya, belum pantas,
belum siap, maka bukan berarti itu tidak cinta. Bersabar lebih baik.” darwis tere liye
Para pendusta yang tidak sadar telah berdusta
Darwis tere liye
Hallo, tidakkah kita benci dengan orang2 yg suka berdusta? Siapa yang tidak.
Maka, jangan salah, jangan buru-buru ngacung tangan ngaku benci sama orang suka berdusta, boleh jadi kitalah termasuk orang2 yang suka berdusta itu, dan lebih mencemaskan lagi, kita justeru mendustakan agama kita sendiri? Bagaimana mungkin? Tentu saja mungkin. Kita shalat, kita zakat, kita puasa, bahkan bolak-balik naik haji, tapi kita telah mendustakan agama kita sendiri? Bagaimana mungkin? Tentu saja, Kawan.
Bukalah surah pendek Al Maa'uun. Banyak orang hafal surah ini, bahkan anak2 SD sudah hafal. Favorit dibaca pas shalat, pendek soalnya. Aroaitallazi yukazzibu biddin (1) fazalikallazi yadu'ul yatim (2) wala yahuddu a'la toamilmiskin; artinya "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (Al Maa'uun 1-3)
Dusta sudah semuanya. Benar2 mendustakan agama, shalat rajin, puasa rajin, zakat rajin, pergi haji iya, tapi menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Aduh, boleh jadi percuma kita mengaku beragama jika kita tidak bermanfaat di dunia ini, bahkan menyakiti anak yatim dan mengabaikan orang miskin. Karena oh karena, agama itu ada dalam keseharian, ada dalam bertetangga, ada dalam setiap adab dan prilaku, melebur dalam kalimat, perbuatan, bukan cuma ibadah besar yang terlihat. Agama itu bukan cuma ketika kita punya paham, golongan, kaum, guru, lantas merasa lebih baik dari paham, golongan, kaum lain.
Itulah kenapa disebut mendustakan agama.
Hallo, apakah sudah paham golongan para pendusta?
Hallo, tidakkah kita benci dengan orang2 yg suka berdusta? Siapa yang tidak.
Maka, jangan salah, jangan buru-buru ngacung tangan ngaku benci sama orang suka berdusta, boleh jadi kitalah termasuk orang2 yang suka berdusta itu, dan lebih mencemaskan lagi, kita justeru mendustakan agama kita sendiri? Bagaimana mungkin? Tentu saja mungkin. Kita shalat, kita zakat, kita puasa, bahkan bolak-balik naik haji, tapi kita telah mendustakan agama kita sendiri? Bagaimana mungkin? Tentu saja, Kawan.
Bukalah surah pendek Al Maa'uun. Banyak orang hafal surah ini, bahkan anak2 SD sudah hafal. Favorit dibaca pas shalat, pendek soalnya. Aroaitallazi yukazzibu biddin (1) fazalikallazi yadu'ul yatim (2) wala yahuddu a'la toamilmiskin; artinya "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (Al Maa'uun 1-3)
Dusta sudah semuanya. Benar2 mendustakan agama, shalat rajin, puasa rajin, zakat rajin, pergi haji iya, tapi menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Aduh, boleh jadi percuma kita mengaku beragama jika kita tidak bermanfaat di dunia ini, bahkan menyakiti anak yatim dan mengabaikan orang miskin. Karena oh karena, agama itu ada dalam keseharian, ada dalam bertetangga, ada dalam setiap adab dan prilaku, melebur dalam kalimat, perbuatan, bukan cuma ibadah besar yang terlihat. Agama itu bukan cuma ketika kita punya paham, golongan, kaum, guru, lantas merasa lebih baik dari paham, golongan, kaum lain.
Itulah kenapa disebut mendustakan agama.
Hallo, apakah sudah paham golongan para pendusta?
Darwis Tere liye
“Sejatinya,
rasa suka tidak perlu diumbar, ditulis, apalagi kau pamer-pamerkan.
Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan dia semakin hambar,
jangan-jangan kita mengatakannya hanya karena untuk menyugesti, bertanya
pada diri sendiri, apa memang sesuka itu”
Menemukan sekaligus kehilangan
Darwis Tere lije
Sekali kita merasa paling tampan/cantik,
Maka sejatinya, hilang sudah seluruh ketampanan/kecantikan yang kita miliki
Sekali kita merasa paling pintar,
Maka sejatinya, gugur sudah seluruh kepintaran yang kita punyai
Sekali kita merasa paling kaya
Maka sejatinya, jatuh miskinlah kita, fakir dalam kekayaan
Sekali kita merasa paling berkuasa,
Maka sejatinya, sudah hamba, rendah pula posisi kita
Aduhai, banyak sekali di dunia ini
Hal-hal yang ketika kita pikir telah menemukannya,
Kita justeru sekaligus kehilangan semuanya
Termasuk dalam urusan kebenaran
Sekali kita merasa paling benar, orang lain salah
Pendapat kita paling benar, orang lain keliru
Maka sejatinya, hilang sudah semua kebenaran yang kita miliki
Karena demi Allah,
Sungguh yang paling benar hanyalah Allah
Kita ini hanya menafsirkan, menerjemahkan
Tiada ilmu kecuali datang dari Allah
Dan semua ilmu hanya lewat kalam
Tiada diantara kita yang menerima langsung ilmu tersebut dari Allah
Kecuali Rasul dan Nabi terpilih
Demikianlah ditulis sajak ini
Sajak menemukan sekaligus kehilangan
Semoga surut segala nafsu merasa benar sendiri
Semoga pudar segala nafsu ingin menyalahkan orang lain
Sekali kita merasa paling tampan/cantik,
Maka sejatinya, hilang sudah seluruh ketampanan/kecantikan yang kita miliki
Sekali kita merasa paling pintar,
Maka sejatinya, gugur sudah seluruh kepintaran yang kita punyai
Sekali kita merasa paling kaya
Maka sejatinya, jatuh miskinlah kita, fakir dalam kekayaan
Sekali kita merasa paling berkuasa,
Maka sejatinya, sudah hamba, rendah pula posisi kita
Aduhai, banyak sekali di dunia ini
Hal-hal yang ketika kita pikir telah menemukannya,
Kita justeru sekaligus kehilangan semuanya
Termasuk dalam urusan kebenaran
Sekali kita merasa paling benar, orang lain salah
Pendapat kita paling benar, orang lain keliru
Maka sejatinya, hilang sudah semua kebenaran yang kita miliki
Karena demi Allah,
Sungguh yang paling benar hanyalah Allah
Kita ini hanya menafsirkan, menerjemahkan
Tiada ilmu kecuali datang dari Allah
Dan semua ilmu hanya lewat kalam
Tiada diantara kita yang menerima langsung ilmu tersebut dari Allah
Kecuali Rasul dan Nabi terpilih
Demikianlah ditulis sajak ini
Sajak menemukan sekaligus kehilangan
Semoga surut segala nafsu merasa benar sendiri
Semoga pudar segala nafsu ingin menyalahkan orang lain
Tuesday, April 23, 2013
puisi Kalkulator
by Darwis Tere liye
1 hari ditambah 1 hari tidak otomatis jadi 2 hari
Jika itu rindu, maka hasilnya bisa berminggu-minggu waktu, mana tahan
Jika itu pertemuan, maka hasilnya hanya sekejap saja, cepat sekali terasa
1.000 km jarak ditambah 500 km jarak tidak otomatis jadi 1.500 km
Kalau itu dekatnya hati, maka hasilnya nol saja, selalu dekat di hati
Tapi kalau itu perjalanan menemui belahan hati, maka aduh terasa jauh sekali
Urusan perasaan kadang tak sesederhana kalkulator
Golongan darah O menikah dengan golongan darah O, pastilah anaknya O
Tapi benci bertemu benci, tidak otomatis berpisah, kalau jodoh tidak akan kemana
Pun cinta bertemu cinta, tidak otomatis bersatu, kalau tidak jodoh tidak akan terjadi
Aduhai, urusan perasaan tidak sepasti teori biologi
Dan jelas tidak macam sedang download sesuatu, berapa persennya ketahuan
Kita tidak pernah bisa mengukur persentase rasa suka
Dan jelas tidak seperti penunjuk kecepatan, berapa kilometer per jam
Kita tidak pernah bisa menghitung kecepatan berkurang atau bertambahnya rasa sayang
Urusan perasaan bahkan lebih rumit dari rumus matematika
10 dikurang 1 tidak berarti 9
10 dikurang 10 tidak berarti 0
Kalau itu perasaan, semakin dikurangi, semakin dienyahkan, dipaksa dibuang
Hasilnya justeru berlipat ganda jadi 100 atau bahkan 1000
Tumbuh tak terbilang
1 hari ditambah 1 hari tidak otomatis jadi 2 hari
Jika itu rindu, maka hasilnya bisa berminggu-minggu waktu, mana tahan
Jika itu pertemuan, maka hasilnya hanya sekejap saja, cepat sekali terasa
1.000 km jarak ditambah 500 km jarak tidak otomatis jadi 1.500 km
Kalau itu dekatnya hati, maka hasilnya nol saja, selalu dekat di hati
Tapi kalau itu perjalanan menemui belahan hati, maka aduh terasa jauh sekali
Urusan perasaan kadang tak sesederhana kalkulator
Golongan darah O menikah dengan golongan darah O, pastilah anaknya O
Tapi benci bertemu benci, tidak otomatis berpisah, kalau jodoh tidak akan kemana
Pun cinta bertemu cinta, tidak otomatis bersatu, kalau tidak jodoh tidak akan terjadi
Aduhai, urusan perasaan tidak sepasti teori biologi
Dan jelas tidak macam sedang download sesuatu, berapa persennya ketahuan
Kita tidak pernah bisa mengukur persentase rasa suka
Dan jelas tidak seperti penunjuk kecepatan, berapa kilometer per jam
Kita tidak pernah bisa menghitung kecepatan berkurang atau bertambahnya rasa sayang
Urusan perasaan bahkan lebih rumit dari rumus matematika
10 dikurang 1 tidak berarti 9
10 dikurang 10 tidak berarti 0
Kalau itu perasaan, semakin dikurangi, semakin dienyahkan, dipaksa dibuang
Hasilnya justeru berlipat ganda jadi 100 atau bahkan 1000
Tumbuh tak terbilang
Subscribe to:
Posts (Atom)
Powered by Blogger.